ETIKA BISNIS dan PENDIDIKAN

>> Rabu, 22 Desember 2010

Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap
menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi
penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis
yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan
swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam
pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar
dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas
lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh
otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan
daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi
yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor
asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah
dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-
nilai kebenaran dalam berbisnis?

Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis
merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan
manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis di dunia pendidikan.
Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program
manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian
tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu
harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha,
termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan
tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Kedua,
pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak
terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus
mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses
pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini—
disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini
cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung.

Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus
yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang
cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi
pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat.
Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Nilainilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak,
yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru bisa
mengajarkan etika bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak
mengambil keuntungan setinggi langit. Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang tidak mungkin mengajarkan
anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman
bahwa etika bisnis adalah urusan pengusaha.

Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat
mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak
atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan
lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran
etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat
kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.

Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua
siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari,
kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam
berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi
peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup
masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR).

Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya
orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada
anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis.
Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya
pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para
pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

(*) Drs. Dedi Purwana E.S., M.Bus. Direktur Eksekutif the Indonesian Council on Economic Education (ICEE)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan.html
http://www.duniaesai.com/manajemen/man10.html

Read more...

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN

Ditulis oleh Setyanto P. Santosa
Senin, 13 Agustus 2007
(Disampaikan pada acara Seminar Nasional Audit Internal YPIA, Yogyakarta, 12 – 13 April 2006)

.... being ethically literate is not just about giving large sums of money for charity. It is about recognizing and acting on potential ethical
issues before they become legal problem ( Berenheim).

Kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ronald E. Berenheim dari New York University (2001) tampaknya sangat relevan dengan topik kita saat ini. Karena semenjak terjadinya kasus Enron (2001) dan Worldcom (2002) perhatian perusahaan-perusahaan besar kelas dunia terhadap upaya melakukan revitalisasi penerapan etika bisnis dalam perusahaan makin berkembang. Hal ini terutama didesak oleh kepentingan para pemegang saham agar Direksi lebih mendasarkan pengelolaan perusahaan pada etika bisnis, karena pemegang saham tidak ingin kehancuran yang terjadi pada Enron dan Worldcom terulang pada perusahaan mereka. Demikian pula stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya pun tidak ingin tertipu dan ditipu oleh pengelola perusahaan. Walaupun sebelumnya telah diperingatkan pula dengan kasus Baring dengan aktornya Nicholas Leeson (1995).



Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990) adalah serupa.

Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :

* • Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
* • Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
* • Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.

Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :

1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :

* • Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
* • Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
* • Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?


Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :

* • Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
* • Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
* • Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
* • Akan meningkatkan keunggulan bersaing.


Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :

* • Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
* • Memperkuat sistem pengawasan
* • Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

Ketentuan tersebut seharusnya diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE ( antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :

* • Treat others as you would like them to treat you
* • An action is morally wrong for a person if that person uses others, merely as means for advancing his own interests.


Apakah untuk masa depan etika perusahaan ini masih diperlukan ? Bennis, Spreitzer dan Cummings (2001) menjawab “ Young leaders place great value on ethics. Ethical behavior was identified as a key characteristic of the leader of the future and was thought to be sorely lacking in current leaders.”
Dan kasus Enron pun merupakan pukulan berat bagi sekolah-sekolah bisnis karena ternyata etika belum masuk dalam kurikulum misalnya di Harvard Business School. Sebelumnya mahasiswa hanya beranggapan bahwa “ethics as being about not getting caught rather than how to do the right thing in the first place”.

Yogyakarta, 13 April 2006



DAFTAR PUSTAKA
1. Bennis Warren, Spreitzer Gretchen M, Cummings Thomas, The Future of Leadership, Jossey-Bass, San Fransisco (2001).
2. Berenheim Ronald, The Enron Ethics Breakdown, The Conference Board Inc., New York (2001).
3. Cavanagh, G.F. , American Business Values, 3rd Edition, Prentice Hall, New Jersey ( 1990).
4. Fusaro Peter C., and Miller Ross M., What Went Wrong at Enron, John Willey & Sons, New Jersey, 2002.
5. Von der Embse and Wagley R.A.., Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, SAM Advanced Management Journal (1994).

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=5602439787405552518

Read more...

Penyimpangan Etika Bisnis Internal

Etika bisnis tidak terbatas hanya mengetengahkan kaidah-kaidah berbisnis yang baik (standar moral) dalam pengertian transaksi jual beli produk saja. Etika juga menyangkut kaidah yang terkait dengan hubungan manajemen dan karyawan. Apa karakteristik yang lebih rinci dari masalah deviasi etika bisnis seperti itu di dalam perusahaan? Yang paling nyata terlihat adalah terjadinya konflik atasan dan bawahan. Hal ini timbul antara lain akibat ketidakadilan dalam penilaian kinerja, manajemen karir, manajemen kompensasi, dan sistem pengawasan dan pengembangan SDM yang diskriminatif. Semakin diskriminatif perlakuan manajemen terhadap karyawannya semakin jauh perusahaan menerapkan etika bisnis yang sebenarnya. Pada gilirannya akan menggangu proses dan kinerja bisnis perusahaan. Namun dalam prakteknya pembatasan sesuatu keputusan manajemen itu etis atau tidak selalu menjadi konflik baru. Hal ini karena lemahnya pemahaman tentang apa itu yang disebut etika bisnis, masalah etika, dan lingkup serta pendekatan pemecahannya.

Wujud dari masalah etika bisnis dapat dicirikan oleh adanya faktor-faktor: (1) berkaitan dengan hati nurani, standar moral, atau nilai terdalam dari manusia, (2) karena masalahnya rumit, maka cenderung akan timbul perbedaan persepsi tentang sesuatu yang buruk atau tidak buruk; membahagiakan atau menjengkelkan, (3) menghadapi pilihan yang serba salah, contoh kandungan formalin dalam produk makanan; pilihannya kalau mau dapat untung maka biarkan saja tetapi harus siap dengan citra buruk atau menarik produk dari pasar namun bakal merugi, dan (4) kemajemukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan; misalnya apakah perusahaan perlu menggunakan teknologi padat modal namun dilakukan PHK atau padat karya tetapi proses produknya akan kurang efisien.

Bentuk akibat penyimpangan etika bisnis internal perusahaan antara lain terjadinya ketegangan diametris hubungan atasan dengan bawahan. Seperti diungkapkan di atas hal ini terjadi karena ketimpangan antara lain dalam proses penilaian kinerja, standar penilaian, dan perbedaan persepsi atasan-bawahan tentang hasil penilaian kinerja. Selain itu ukuran atau standar tentang karir sering tidak jelas. Dalam hal ini pihak manajemen memberlakukan tindakan yang tidak adil. Mereka menetapkan nilai sikap, gaya hubungan kepada atasan, dan loyalitas kepada atasan yang tinggi lebih besar ketimbang nilai kinerja faktual karyawannya. Kasus lainnya adalah diterapkannya model nepotisme dalam penseleksian karyawan baru. Pertimbangan-pertimbangan rasional diabaikan. Termasuk dalam proses rekrutmen internal. Jelas saja mereka yang potensial tersisihkan. Pada gilirannya akan terjadi kekecewaan karyawan yang unggul dan kemudian keluar dari perusahaan.

Dari contoh-contoh di atas maka tampak pihak perusahaan lebih mengutamakan kepentingan meraih keuntungan ketimbangan menciptakan kepentingan karyawan secara adil.Untuk memperkecil terjadi penyimpangan penerapan etika bisnis maka perusahaan perlu (a) mengenali respon orang terhadap suatu masalah ketika dihadapkan pada sesuatu yang dilematis dan ketidak-konsistenan, dan (b) melihat etika bisnis dari resiko yang dihadapi seseorang apakah dengan keputusan personal ataukah keputusan sebagian besar orang lain ataukah pertimbangan keputusan berbasis kepentingan perusahaan yang lebih besar secara keseluruhan.

Ditulis dalam Iklim bisnis, MSDM
Oleh: sjafri mangkuprawira | Desember 26, 2007
http://ronawajah.wordpress.com/2007/12/26/penyimpangan-etika-bisnis-internal/

Read more...

Etika Bisnis, membangun kepedulian dalam perusahaan dan masyarakat

Saat ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri.

Namun apakah etika itu sendiri dapat teraplikasi dan dirasakan oleh pihak-pihak yang wajib mendapatkannya? Pada prakteknya banyak perusahaan yang mengesampingkan etika demi tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam membangun kepedulian di masyarakat. Kecenderungan itu memunculkan manipulasi dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada tercapainya kepentingan perusahaan. Praktek penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan di Indonesia, namun terjadi pula kasus-kasus penting di luar negeri.

Contoh kasus di dalam negeri, kita diingatkan oleh Freeport dengan perusakan lingkungan. Masyarakat dengan mata kepala sendiri menyaksikan tanah airnya dikeruk habis. Sehingga dampak dari hadirnya Freeport mendekatkan masyarakat dari keterbelakangan. Kalaupun masyarakat menerima ganti rugi, itu hanyalah peredam sesaat, karena yang terjadi justru masyarakat tidak banyak belajar dari usahanya sendiri. Masyarakat terlena dengan ganti rugi tiap tahunnya, padahal dampak jangka panjangnya sungguh luar biasa. Masyarakat akan semakin terpuruk dari segi mental dan kebudayaannya akan terkikis. Juga dalam beberapa tahun ini, tentunya kita masih disegarkan oleh kasus lumpur Lapindo. Kita tahu berapa hektar tanah yang terendam lumpur, sehingga membuat masyarakat harus meninggalkan rumahnya. Mungkin bisa jadi ada unsur kesengajaan di dalamnya. Demi peningkatan profit yang tinggi, ada hal yang perlu dikorbankan, tentunya tidak lain masyarakat itu sendiri. Kita juga masih ingat akan kasus Teluk Buyat yang menyebabkan tercemarnya lingkungan tersebut. Yang cukup menghebohkan mungkin kasus Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan hak-haknya, tetapi mengalami peristiwa tragis yang membuat nyawanya melayang.

Semua itu terjadi karena tidak diterapkannya etika dalam berbisnis. Di dalam etika itu sendiri terkandung penghargaan, penghormatan, tanggungjawab moral dan sosial terhadap manusia dan alam. Kalau kita melihat lebih jauh tentunya ada dua kepentingan, baik dari perusahaan dan masyarakat yang perlu diselaraskan. Di dalamnya terkandung juga hak dan kewajiban yang harus terpenuhi. Coba mari kita renungkan bersama, bukankah tidak diterapkannya etika dalam berbisnis justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan tersebut? Mungkin akan banyak biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kasus serta citra perusahaan di masyarakat luas semakin miring. Hal ini justru akan sangat merugikan perusahaan itu sendiri.

Belum lagi kasus yang terjadi di luar negeri. Sebagai contoh adalah kasus asuransi Prudential di Amerika. Belum lagi skandal Enron ,Tycon, Worldcom dsb. Banyaknya kasus yang terjadi membuat masyarakat berpikir dan mulai menerapkan etika dalam berbisnis. Apalagi sekarang masyarakat mulai membicarakan CSR (Corporate Social Responsibility). Apa itu? Dalam artikel yang ditulis oleh Chairil Siregar disebutkan CSR merupakan program yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan undang-undang pasal 74 Perseroan Terbatas. Tentunya dengan adanya undang-undang ini, industri maupun korporasi wajib melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan merupakan beban yang memberatkan. Salah satu contoh yaitu komitmen Goodyear dalam membangun masyarakat madani, ekonomi, pendidikan, kesehatan jasmani, juga kesehatan sosial. Kepedulian ini sebagai wujud nyata peran serta perusahaan di tengah masyarakat. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan industri saja tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kualitas hidup masyarakat

Sumber :
file:///E:/etika-bisnismembangun-kepedulian-dalam.html

Read more...

ETIKA BISNIS DAN ETIKA KERJA

>> Rabu, 24 November 2010

Pedoman perilaku Bisnis dan Kerja meliputi kebijakan sebagi berikut: Pernyataan Ketaatan terhadap Hukum dan Peraturan, Keselamatan dan Kesehatan Karyawan, Pelestarian Lingkungan, Pelayanan Masyarakat, Kerahasiaan Karyawan, Kesempatan Kerja Yang Sama, Lingkungan Kerja Yang Bebas dari Pelecehan, Perlindungan dan Pengunaan Yang Tepat Atas Aktiva Perusahaan, Pengunaan Alkohol dan Narkoba di Tempat Kerja, Pengunaan Pihak Ketiga atau Agen, Informasi Rahasia dan Harga yang Sensitif, Kejujuran dan Perilaku yang Sopan, Akurasi dan Integritas Pembukuan dan Pencatatan, Menghindari Benturan Kepentingan, Penerimaan dan Pemberian Hadiah dan Hiburan, dan Sumbangan Politis dan Keagamaan.

Seluruh Pemegang Saham, Manajemen, Staf, dan Karyawan, serta Mitra Usaha Perusahaan diharuskan mematuhi Pedoman ini, dan setiap anggota anak Perusahaan memiliki tanggung jawab pribadi untukmendukung penerapan Pedoman Perilaku Etika Bisnis dan Kerja.
http://www.bosowa.co.id/content/view/24/46/lang,indonesia/
Bosowa Corporation percaya bahwa kerberadaan sebuah Perusahaan yang kuat dan bereputasi bergantung pada bagaimana Perusahaan ini menjalankan aktivitas bisnis dan aktivitas kerjanya. Sebagai prasyarat dari penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, sejak 2007 Bosowa telah menerapkan aturan standar etika bagi semua kegiatan bisnis dan kerja kepada semua karyawan.

Read more...

ETIKA BISNIS ITU APA YA??????

Apa itu “etika bisnis”?
• Apa saja enam tingkatan dalam membangun moral?
• Perlukah standar moral diaplikasikan dalam bisnis?
• Kapan seseorang secara moral bertanggung jawab untuk perbuatan salahnya?

Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck and Company dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ;
River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika Latin.
Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui gigitan lalat hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi dengan melepaskan jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar ke seluruh tubuh dengan bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh dan gatal yang amat sangat tak tertahankan, sehingga korban kadang-kadang memutuskan bunuh diri.

Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company, perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan yang terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit penyebab river blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan kepada Direktur Merck, Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka mengembangkan obat tersebut untuk manusia.

Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut, penderita river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset medis dan tes klinis berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat menghabiskan lebih dari 100 juta dollar.
Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya, karena penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek samping, publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat murah tersedia, obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk hewan,sehingga menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama ini menguntungkan.
Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck enggan membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti untuk river blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam penderitaan menyakitkan. Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada kesimpulan bahwa keuntungan manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu signifikan untuk diabaikan. Keuntungan manusiawi inilah, secara moral perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal ekonomis yang kecil. Tahun 1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan Invernectin versi manusia.
Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck berhasil membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan seluruh jejak parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru. Sayangnya tidak ada yang mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada WHO, pemerintah AS dan pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit tersebut, mau membeli untuk melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit ini, tapi tak satupun menanggapi permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan memberikan secara gratis obat tersebut, namun tidak ada saluran distribusi untuk menyalurkan kepada penduduk yang memerlukan. Bekerjasama dengan WHO, perusahaan membiayai komite untuk mendistribusikan obat secara aman kepada negara dunia ketiga, dan memastikan obat tidak akan dialihkan ke pasar gelap dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite mendistribusikan obat untuk jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita dari penderitaan yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut. Merck menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck membantu mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis jangka panjang yang penting.

Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.

1.1.ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.

A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.
Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.

Hakekat standar moral :

1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.


B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.

C. Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :

* Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
* Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.

Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat.
Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

1.2 PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

A. Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.

Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum Negara atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

B. Penalaran Moral
Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :

1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral yang masuk akal.
2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai, atau menyalahkan.
3. Menganalisis Penalaran Moral


Ada beberapa criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :

* Penalaran moral harus logis.
* Bukti factual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan lengkap.
* Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.


1.3 ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENENTANG ETIKA BISNIS
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.
Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :
Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini :

Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus.
Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. Keempat, argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.

Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb :
Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen).
Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya.
Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasan-batasan moralitas.

Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :
Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.
Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hokum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum.
Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.
Kasus etika dalam bisnis
Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku etis.
Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa.
Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya ?
Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan.
Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.
Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif.
Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.

1.4 TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL
Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan yang telah diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.

Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;

1. Ketidaktahuan
2. Ketidakmampuan

Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui persoalan tertentu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.
Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang memperingan mencakup :

* Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
* Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
* Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)

Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :

1. Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :

* Ketidak pastian
* Kesulitan

Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga factor pertama tadi dapat meringankan.
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.

A. Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.

B. Tanggung Jawab Bawahan
Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka.
Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah.
Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.
Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral.
Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.

HAL – HAL YANG MENARIK

1. Dasar Etika adalah MoralApa yang dimaksud dengan etika? Menurut kamus ada banyak arti dari etika diantaranya adalah :
* Prinsip – prinsip yang digunakan untuk mengatur prilaku individu atau kelompok
* Pelajaran tentang moral
Definisi Moralitas adalah :
“Aturan-aturan yang dimiliki perorangan atau kelompok tentang apa-apa yang benar dan apa-apa yang salah, atau apa-apa yang baik dan yang jahat.”
Sedangkan yang dimaksud dengan standar moral adalah :
“Norma-norma yang kita miliki tentang jenis-jenis tindakan yang kita percaya secara moral benar atau salah.”

2. Moral Lebih ke Arah Individu
Organisasi perusahaan akan eksis bila :
“Ada individu – individu manusia dengan hubungan dan lingkungan tertentu.”
Karena tindakan perusahaan dilakukan oleh pilihan dan tindakan individu-individu di dalamnya. Maka individu-individu tadi yang harus dilihat sebagai penghalang dan pelaksana utama dari tugas moral, tanggung jawab moral perusahaan.
Individu-individu manusia tadi bertanggung jawab pada apa yang dilakukan oleh perusahaan, karena tindakan perusahaan berlangsung karena pilihan-pilihan mereka dan prilaku individu-individu tadi. Sehingga perusahaan mempunyai tugas moral untuk melakukan sesuatu bila anggota perusahaan tersebut mempunyai tanggung jawab moral untuk melakukan sesuatu.

3. Pencapai Tetinggi dari Etika adalah Berorientasi pada Prinsip Etika Universal
Tingkat final, tindakan yang benar dilakukan berdasarkan prinsip moral karena logis, universality dan konsistensi.
Universality artinya suara hati, di dalam istilah ESQ disebut anggukan universal yang mengacu kepada God Spot.

4. Kasus WorldCom dan Enron
4.1 Kasus WorldCom
Di dalam laporan keuangan WorldCom’s, Scott Sulivan memindahkan $ 400 juta dari reserved account ke “income”. Dia juga selama bertahun-tahun melaporkan trilyunan dolar biaya operasi sebagai “capital expenditure”.
Dia bisa melakukan ini dengan bantuan firm accounting dan auditor terkenal “Arthur Andersen”. Padahal Scott Sullivan, pernah mendapat penghargaan sebagai Best CFO oleh CFO Magazine tahun 1998.
4.2 Kasus Enron
Pada terbitan April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling innovative di Amerika “Most Innovative” dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan di Amerika. Enam bulan kemudian (Desember 2001) Enron diumumkan bangkrut.
Kejadian ini dijuluki sebagai “Penipuan accounting terbesar di abad ke 20”. Dua belas ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Pemegang saham-saham Enron kehilangan US$ 70 Trilyun dalam sekejap ketika nilai sahamnya turun menjadi nol.
Kejadian ini terjadi dengan memanfaatkan celah di bidang akuntansi. Andrew Fastow, Chief Financial officer bekerjasama dengan akuntan public Arthur Andersen, memanfaatkan celah di bidang akuntansi, yaitu dengan menggunakan “special purpose entity”, karena aturan accounting memperbolehkan perusahaan untuk tidak melaporkan keuangan special purpose entity bila ada pemilik saham independent dengan nilai minimum 3%.
Dengan special purpose entity tadi, kemudian meminjam uang ke bank dengan menggunakan jaminan saham Enron. Uang hasil pinjaman tadi digunakan untuk menghidupi bisnis Enron.
4.3 Bahasan Kasus
Dari kasus WorldCom’s dan Enron diatas, dapat diamati bahwa walaupun sudah ada aturan yang jelas mengatur system accounting, tetapi kalau manusia yang mengatur tadi tidak bermoral dan tidak beretika maka mereka akan memanfaatkan celah yang ada untuk kepentingan mereka.
4.4 Pandangan Velasquez tentang Etika Bisnis di Arab Saudi
Menurut Velasquez, Arab Saudi adalah tempat kelahiran Islam, yang menggunakan landasan Islam Suni sebagai hukum, kebijakan dan system sosialnya. Tetapi di Arab Saudi tidak dikenal “basic right” (keadilan dasar, seperti tidak ada demokrasi, tidak ada kebebasan berbicara, tidak ada kebebasan pers, tidak mengenal peradilan dengan system juri, tidak mengenal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap wanita. Sehingga menurut Velasquez, di Arab Saudi tidak mengenal hak azazi manusia.
Author: Ade S | Filed Under: Entrepreneurship, Kewirausahaan |
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=5602439787405552518

Read more...

PELANGGARAN ETIKA BISNIS

Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
A. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk
melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.
B. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak
ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
C. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan
yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai
salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga
segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS
Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
D. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan
pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang
terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak
Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2
bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada
kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,
begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja
E. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling
perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi
kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah,
karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum
ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan
kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun
semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran
kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya
untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini
perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak
memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal
F. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi
bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
G. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar
angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah
memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar
angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah
jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan
mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih
dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam
kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran
prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan
peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
H. Contoh Pelanggaran dalam Praktek
Sebuah perusahaan x akan mengikuti tender yang ditawarkan oleh pemerintah.
Perusahaan tersebut sudah memenuhi seluruh persyaratan yang ada dalam terder tersebut.
Selama menunggu tender di proses oleh panitia tender, pihak perusahaan x didatangi oleh
“oknum pemerintah”, yang menyatakan bahwa perusahaan X akan jadi pemenang tender
seandainya memberikan sejumlah prosentasi tertentu dari tender tersebut kepada panitia.
Dalam hal ini pihak perusahaan X yang kemudian “terpaksa” memberikan sejumlah
prosentase tertentu kepada panitia tender.
Sumber : Litbang LOS DIY

Read more...

ETIKA BISNIS INTERNET

Kemudahan serta kebebasan dalam memasarkan bisnis via internet menjadikan bisnis ini banyak di gemari oleh semua orang. Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja walau tanpa harus bertatap muka membuat para internet marketer seolah-olah bisa melakukan apa saja yang mereka mau.

Siapa sih yang nggak mau beralih profesi dari pebisnis konvensional menjadi pebisnis internet melihat cara kerja yang demikian !

Tapi siapa sangka dibalik kemudahan dan kebebasannya banyak orang menyalahgunakan teknologi yang satu ini. Hal ini terlihat dari banyaknya situs-situs yang melakukan SCAM (penipuan online), pemerasan tanpa disadari, dan semua bentuk kejahatan yang dilakukan didunia maya.

Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah mereka meninggalkan yang namanya ETIKA BISNIS.

Dalam menjalankan bisnis internet, etika merupakan kunci yang harus tetap dijaga walau tidak bertemu orang secara langsung, ini demi menjaga hubungan yang baik antara penjual dan pembeli sehingga internet marketing yang kita lakukan akan berjalan awet tanpa merasa dirugikan antara pihak satu dengan yang lain.

Berikut beberpa point penting etika yang harus dimiliki oleh pebisnis Internet:

# Jujur

Kejujuran merupakan sikap yang harus di punyai oleh setiap pebisnis internet. Siapapun tahu kalu di UU negara dan agama sangat menjunjung tinggi yang namanya kejujuran.

Jujur dalam bisnis internet bisa meliputi apa saja yang disampaikan, seperti pembuatan sales letter yang sesuai dengan konten, sebab selama ini banyak pengaduan-pengaduan yang menyatakan banyaknya penjual ebook yang hanya menjual mimpi setinggi langit tapi konten yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.

Tentu saja ini membuat konsumen kecewa dan berang yang pada akhirnya hanya merugikan penjual ebook itu sendiri karena pembeli yang merasa tertipu tadi bercerita keberbagai forum yang isinya tentu saja menjatuhkan si pemilik produk.

Atau jika sebagai pemasar (affiliate) tidak mengada-ngada ketika merekomendasikan suatu produk yang bisa menjerumuskan orang terhadap info yang di berikan dan lain sebagainya.

Jika sikap jujur ini telah benar-benar dilaksanakan, maka akan tumbuh yang namanya sikap saling percaya dan tentu saja akan menguntungkan semua pihak, bahkan lawanpun menjadi kawan.

# Tanggung Jawab

Sebagai pengelola maupun pemilik jasa suatu layanan, tanggung jawab merupakan sikap yang wajib dimiliki. Karena ini menyangkut kredebilitas kita juga melibatkan kepuasan konsumen.

Semakin kita cepat dan tanggap dalam memberikan respon yang diadukan pelanggan semakin konsumen merasa puas dengan service yang kita berikan.

Jika pelanggan telah puas dengan layanan yang kita berikan, mereka akan berbicara kesana-kemari dan merekomendasikan produk maupun jasa kita, dan pada akhirnya sikap tanggung jawab tersebut akan menguntungkan pada diri kita sendiri sebagai pengelola.

# Sabar

Kadangkala sesuatu yang kita inginkan belum tercapai, kita keburu berbuat tindakan penyelewengan (nekat) yang melanggar aturan. Contoh kecil jika kita mengikuti progam bisnis gratis PPC (pay per click), karena tidak kunjung mendapatkan trafik dan minimnya orang yang mengklik iklan yang kita sediakan, iklan tersebut malah kita klik sendiri.

Selain merugikan orang lain lain juga merugikan diri kita sendiri, karena account akan di banned dan kita sebagai publisher dikeluarkan dari program tersebut

Memang tidak mudah menjadi pebisnis internet, dibutuhkan sikap sabar dan ketekunan dalam menghadapi situasi sesulit apapun, karena apapun bentuk suatu pekerjaan jika tidak dilandasi sikap sabar maka niscaya hasilnya tidak akan memuaskan.

Sebuah kalimat kata yang sangat menarik,

” Kadar kesungguhan seseorang sebanding dengan hasil yang ia dapatkan. Semakin tinggi tingkat usahanya semakin besar hasil yang didapat, sebaliknya semakin rendah usaha seseorang maka hasilnyapun juga akan rendah”

Mungkin cukup 3 point etika bisnis diatas itu dulu, semoga bisa menjadi acuan, silahkan jika anda mau menambahkan.

Semoga bermanfaat,

Umar Hadi
Related Posts

* 5 Tips Meningkatkan Motivasi Diri Agar Tetap Prima dalam Berbisnis
* Stop Dreaming Start Action Bukan Sekedar Kontes Berhadiah
* Tips SEO: Momen Tepat Asah Kemampuan Ilmu SEO dalam Kontes
* Stop Dreaming Start Action Sekarang Juga !!
* Pengertian Bisnis Internet Gratis

Tags: bisnis di internet, Etika bisnis, Larangan bisnis, mindset pebisnis, modal bisnis, Motivasi Bisnis
By: Umar Hadi Category: Artikel Bisnis Internet, Etika Bisnis Internet, Motivasi Bisnis Internet
http://kuncimarketing.com/etika-bisnis-internet/

Read more...

MAKALAH KLKP

>> Rabu, 28 April 2010

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap usaha yang dijalankan pasti ingin mengembangkan usahanya untuk lebih maju, baik itu usaha kecil-kecilan atau pedagang kaki lima ataupun usaha yang besar seperti restoran, cafe dan lain-lain. Usaha dalam bidang kuliner sekarang cukup menjanjikan, apalagi tempat jualan yang strategis seperti di area perkantoran, sekolah, universitas, objek wisata dan sebagainya.
Usaha dalam bidang kuliner juga menuntut kreatifitas dari penjual atau pengusaha kuliner dalam mengelola makanan yang akan dijul sehingga menarik minat konsumen untuk membeli. Tidak hanya itu saja, penjual juga harus memperhatikan kebersihan dagangan mereka.
Indonesia memiliki banyak makanan tradisional daerah yang menjadi ciri khas daerah-daerah di Indonesia dari sabang sampai merauke. Makanan tradisional indonesia ini juga merupakan aset bangsa indonesia yang perlu dilestarikan. Ini menjadi usaha yang cukup menjanjikan bagi para pencinta kuliner asli Indonesia. Selain melestarikan budaya Indonesia juga menjadi sumber penghasilan yang dapat menghidupi rumah tangga mereka.
Pedagang kaki lima atau wirausaha kecil yang menjual makanan tradisional Indonesia banyak ditemui dipinggir jalan, mangkal ditempat-tempat yang ramai ataupun berjualan keliling rumah-rumah penduduk. Mereka menggunakan gerobak dorong atau dipanggul dalam berjualan. Mereka adalah pedagang yang ulet dan sabar dalam mendapatkan pembeli dengan perjuangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pengusaha restoran, cafe atau sejenisnya karena mereka memiliki keterbatasan modal.
Berdasarkan uraian di atas, kelompok kami ingin meneliti seberapa besar perputaran uang pedagang kaki lima, keuntungan yang mereka dapatkan dan apakah dengan keuntungan tersebut dapat menutupi kebutuhan rumah tangga mereka sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup pedagang kaki lima dan banyaknya jenis makanan yang mereka jual, sehingga kelompok kami hanya meneliti pedagang ketoprak yang ada di sekitar Universitas Gunadarma dan mengamati analisis usahanya seberapa besar perputaran uangnya, keuntungan yang didapatkan dan apakah keuntungan tersebut dapat menutupi kebutuhan rumah tangga mereka sehari-hari.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui analisis usaha berjualan ketoprak.
2. Mengetahui berapa besar perputaran uangnya dan keuntungan yang didapat dari berjualan ketoprak.
3. Mengetahui apakah keuntungan yang dapatkan dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari

1.4 Manfaat Penelilian
Penulis mengharapkan dalam diadakannya penelitian ini dapat membawa manfaat, yaitu kepada :
1. Akademis
Dapat meningkatkan wawasan dan menambah pengetahuan tentang wirausaha kecil atau pedagang kaki lima.
2. Pedagang
Sebagai input atau bahan masukan, dalam mengembangkan usahanya.

1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini kelompok kami mengambil objek penelitian pedagang ketoprak Bang Kumis yang berjualan disekitar Universitas Gunadarma kampus E kelapa dua.

1.5.2 Data / Variabel
Data yang diambil adalah data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari Bang Kumis pedagang ketoprak.

1.5.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data, kelompok kami melakukan pengambilan data-data dengan menggunakan data primer yaitu dengan cara :
1. Studi Lapangan
Merupakan studi lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dengan cara melakukan :
a. Wawancara
Yaitu teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pedagang ketoprak Bang Kumis
b. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke pedagang ketoprak yang diteliti untuk memenuhi dan menyakinkan kebenaran dari hasil wawancara.
2. Studi Pustaka
Penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data yang didapat dari berbagai sumber tertulis yaitu dengan cara mempelajari buku-buku yang memuat materi penelitian ilmiah ini.

1.5.4 Alat Analisis
Untuk mengelola data yang sudah terkumpul kelompok kami mencoba menggunakan alat analisis yaitu analisis kuantitatif. Digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai analisis usaha pedagang ketoprak Bang Kumis dengan biaya investasi, biaya operasional perbulan, keuntungan perbulan dan menggunakan meode Payback Period yaitu metode yang mengukur seberapa cepat investasinya bisa kembali.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian wirausaha
Wira Usaha adalah kemampuan untuk berdiri sendiri, berdaulat, merdeka lahir batin, sumber peningkatan kepribadian, suatu proses dimana orang mengajar peluang, merupakan sifat mental dan sifat jiwa yang selalu aktif, dituntut untuk mampu mengelola, menguasai, mengetahui dan berpengalaman untuk memacu kreatifitas.
menurut Wijandi (1996) ”Wirausahawan adalah Seseorang yang mempunyai sikap mental wiraswasta. Gambaran orang yang ideal karena kemampuannya untuk sukses dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin seimbang, selaras dan serasi, baik dalam segi moral spiritual maupun dalam aspek kehidupan lainnya”.
Menurut Geoffrey G. Meredith ”Para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses”
Menurut Howard H.Stevenson, mengatakan ”Kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajerial terpadu dimana merupakan upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya”.
Menurut H. Leibenstein mendifinisikan entrepreneur sebagai seorang atau sekelompok individu yang memiliki karakteristik, mampu menggandengkan peluang-peluang menjadi pasar, mampu memperbaiki kelemahan pasar, bisa menjadi seorang input complementer, dapat menciptakan atau memperluas time bending dan input transforming entitities.



2.2 Karakteristik Wirausahawan
Karakteristik seorang wirausahawan Seorang entrepreneur memiliki kecenderungan sifat sebagai berikut;
• Percaya diri. Entrepreneur / wirausahawan memiliki kepribadian yang mantap, tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain, memiliki optimisme tinggi atas keputusan yang diambilnya.
• Berorientasi pada tugas dan hasil. Dalam bekerja selalu mendahulukan hasil kerja atau prestasi, tidak malu atau gengsi dalam melakukan pekerjaan. Memiliki tekad yang kuat dalam bekerja.
• Berani mengambil resiko. Wirausahawan tidak takut menjalani pekerjaan dengan resiko besar selama mereka telah memperhitungkannya akan berhasil mengatasi resiko itu. Mereka menyadari bahwa prestasi besar hanya mungkin dicapai jika mereka bersedia menerima resiko sebagai konsekuensi terwujudnya suatu tujuan.
• Kepemimpinan yang baik. Seorang entrepreneur selalu dapat menyesuaikan diri dengan organisasi yang dipimpinnya, berpikiran terbuka dengan mau mendengar kritik dan saran dari bawahan, dan bersifat responsif terhadap masalah-masalah yang dihadapi.
• Originalitas. Entrepreneur tidak mau mengekor pada keberhasilan orang lain tapi justru menemukan sesuatu yang baru, mereka kreatif dan inovatif dan mampu mewujudkan ide-ide yang muncul.
• Berorientasi ke masa depan (memiliki visi masa depan). Entrepreneur selalu tahu bagaimana mengembangkan bidang usahanya di masa depan tentunya agar kontinuitasnya tetap terjaga.

2.3 Pengenalan Produk
Ketoprak adalah makanan khas indonesia yang terbuat dari potongan lontong atau ketupat. Bahan pembuat lainnya adalah tahu goreng setengah matang, tauge dan bihun yang telah direndam air panas, bumbu kacang, kecap dan kerupuk.
Rasa ketoprak yang paling dominan dan menjadi pembeda serta penentu kelezatan makanan ini adalah bumbu kacangnya. Karenanya, kacang tanah yang digunakan sebaiknya masih segar dan tidak tengik. Meskipun tidak biasa, tidak ada salahnya menambahkan bahan lain seperti irisan telur, potongan tempe goreng, dan jenis sayuran lain sebagai pembeda ketoprak yang dijual.

2.4 Tempat Usaha Dan Perlengkapan Usaha
Biasanya ketoprak dijual berkeliling. Lokasi yang sering dilewati penjual makanan ini antara lain perumahan atau tempat keramaian seperti kampus atau pabrik. Selain berkeliling, sebagian pedagang ketoprak menetap di lokasi tertentu. Biasanya tempat yang ramai saat makan siang. Misalnya dekat kampus, pabrik atau perkantoran.
Perlengkapan utama usaha ketoprak adalah gerobak dorong dengan bentuk khas yang sangat identik dengan makanan ini. Bila sulit mendapatkannya bisa menggunakan etalase sederhana yang dilengkapi tulisan dibagian kaca agar mudah dikenali konsumen. Terutama untuk berjualan menetap. Perlengkapan lain adalah kompor, wajan, sutil, wadah plastik untuk tempat tauge dan bihun, wadah kerupuk (biasanya menggunakan kaleng bekas biskuit), dan pisau. Sediakan juga piring, sendok dan gelas secukupnya.

2.5 Promosi, Penetapan Harga Dan Resiko
Penjual ketoprak yang berkeliling biasanya memiliki ciri khas, misalnya membunyikan piring sehingga menimbulkan suara yang khas. Akibatnya, meskipun tidak melihat secara langsung calon pembeli yang mendengar bisa mengetahui kedatangan penjual. Bentuk dan warna gerobak yang khas juga nama menjadi media promosi karena dapat menarik perhatian calon konsumen yang melintas di sekitar lokasi usaha.
Harga satu porsi ketoprak rata-rata Rp 5000,-. Harga sebaiknya disesuaikan dengan lokasi berdagang dan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan harga jenis makanan lain yang dijual di lokasi yang sama.
Resiko usaha pedagang ketoprak keliling antara lain terdapat beberapa penjual kettoprak di jalur yang dilewati. Resiko lain adalah banyaknya pedagang makanan lain dilokasi berjualan (jika menetap) yang dapat mengurangi jumlah konsumen yang membeli setiap hari.

2.6 Tips Dan Trik Usaha Ketoprak
Persiapan bahan sebelum berjualan adalah hal yang penting dilakukan. Ketupat merupakan bahan pembuat ketoprak yang proses pembuatannya cukup lama. Perebusan ketupat memakan waktu 3 – 4 jam. Agar hasilnya sempurna, sebaiknya sebaiknya beras diisika setengah bagian dari pembungkus.
Pembungkus ketupat dari daun kelapa muda dapat dibuat sendiri atau dibeli di pasar tradisional. Ketupat dapat digantikan lontong yang dibuat dengan menggunakan kantong plastik transparan ukuran satu atau setengah kilogram. Sebelum berjualan kacang digiling kasar agar pembuatan ketoprak menjadi lebih cepat.

2.7 Analisis Usaha Ketoprak
Asumsi :
1. Masa pakai gerobak 3 tahun.
2. Masa pakai perlengkapan lain-lain (piring, sendok, pisau dan wajan) 5 tahun.
3. Usaha dijalankan sendiri menetap dilokasi sekitar kampus E Universitas Gunadarma kelapa dua.

a) Biaya Investasi
Pembuatan gerobak dorong Rp 1.000.000
Perlengkapan lain-lain :
Piring 1 lusin Rp 50.000
Sendok 1 lusin Rp 25.000
Pisau 1 buah Rp 5.000
Wajan 1 buah Rp 30.000
Wadah plastik Rp 30.000
jumlah perlengkapan lain-lain Rp 140.000
total investasi Rp 1.140.000

b) Biaya Operasional
1. Biaya tetap
Penyusutan gerobak 1/36 × Rp 1.000.000 Rp 27.778
Penyusutan perlengkapan lain-lain 1/60 × Rp 140.000 Rp 2.333
Total biaya tetap Rp 30.111
2. Biaya variabel
Bahan pembuatan ketoprak perhari :
Beras 2 liter @ Rp 7.000 Rp 14.000
Tauge 1 ½ kg Rp 8.000
Bihun ½ kg Rp 5.000
Kacang tanah 2 kg Rp 25.000
Bawang putih ¼ kg Rp 4.000
Cabe rawit merah ¼ kg Rp 5.000
Tahu putih Rp 15.000
Minyak goreng 1 kg Rp 9.000
Kerupuk ½ kg Rp 8.000
Kecap 1 botol Rp 5.000
Gula merah ½ kg Rp 5.000
Gas untuk memasak Rp 15.000
Total belanja bahan perhari Rp 118.000
Total belanja bahan perbulan Rp 118.000 × 30 hari Rp 3.540.000
Total biaya operasional Rp 3.570.111

c) Penerimaan perbulan
Penjualan ketoprak perhari 50 porsi × Rp 5.000 Rp 250.000
Penjualan ketoprak perbulan Rp 250.000 × 30 hari Rp 7.500.000



d) Keuntungan perbulan
Keuntungan perbulan = Total penerimaan – Total biaya operasional
= Rp 7.500.000 – Rp 3.570.111
= Rp 3.929.889
Keuntungan perhari = Rp 3.929.889 : 30 hari
= Rp 130.996

e) Revenue Cost Ratio (R / C)
R / C = Total penerimaan : Total biaya operasional
= Rp 7.500.000 : Rp 3.570.111
= 2,1

f) Pay Back Period
Pay back period = (Total investasi : keuntungan) × 1 bulan
= (Rp 1.140.000 : Rp 3.929.889) × 1 bulan
= 0,29 bulan / 9 hari















BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Berwirausaha menjual ketoprak cukup menguntungkan jika lokasi usaha berada di tempat yang strategis seperti ketoprak Bang Kumis yang menetap di lokasi sekitar kampus E universitas Gunadarma kelapa dua. Ketoprak Bang Kumis dapat menjual 50 porsi sehari dengan biaya investasi sebesar Rp 1.140.000 dan biaya operasional perbulan Rp 3.570.111 ketoprak Bang Kumis mendapatkan penerimaan dalam sebulan sebesar Rp 7.500.000 atau sehari Rp 250.000 dan keuntungan yang didapatkan perbulan sebesar Rp 3.929.889 atau sehari Rp 130.996. Revenue cost ratio sebesar 2,1 dan biaya investasi dapat kembali dalam 9 hari. Jika dilihat dari keuntungan yang didapatkan, dengan berjualan ketoprak bang kumis dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan agar ketoprak Bang Kumis dapat mengkreasikan ketopraknya dengan penambahan bahan dalam membuat ketoprak seperti jenis sayuran lainnya. Menyediakan telur rebus dan gorengan bagi pelanggan yang berminat.















DAFTAR PUSTAKA



• Redaksi Agromedia. 2009. 40 Peluang Bisnis Makanan Dan Minuman Kaki Lima Dengan Modal 2 – 8 Juta. Jakarta : Agromedia Pustaka.
• Pietra Sarosa. Kiat Praktis Membuka Usaha, Langkah Awal Menjadi Entrepreneur Sukses. Elex Media Komputindo. 2004
• http://one.indoskripsi.com/node/1473
• http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/attachments/039_Kewirausahaan .pdf

Read more...

HAKIKAT KARYA ILMIAH

>> Sabtu, 20 Maret 2010

Karya Ilmiah adalah suatu karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya berdasarkan dari kajian dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan terlebih dahulu. Karya ilmiah itu sendriberbentuk laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau kajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat.
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, diskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur dan mengunakn bahasa yang baku yang didukung dengan adanya fakta, teori yang disertai bukti-bukti empirik. Karya ilmiah mempunyai fungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta menyebarkan ilmu pengetahuan. Bagi penulis karya ilmiah bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, berlatih mengintegrasikan gagasan yang disajikan secara sistematis dan memperluas wawasan serta memberikan kepuasan intelektual.
CIRI-CIRI KARYA ILMIAH
• Merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (factual objek) ->fakta yang sesuai dengan yang diteliti.
• Besufat metodis dan sistematis -> dalam pembahasan masalah digunakan metode tertentu dengan langkah yang teratur dan terkontrol secara tertib dan rapi.
• Tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah -> laras bahasa harus baku dan formal. Selain itu laras ilmiah harus lugar agar tidak ambigu.
Dalam karya ilmiah ada 4 asoek yang menjadi karakteristik utamanya,yaitu :
• Struktur sajian
Struktur sajian kaya uilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup.
• Komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup dan daftar pustaka.
• Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
• Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yamg tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.
MACAM-MACAM KARYA ILMIAH
1. Karanga ilmiah : memiliki aturan baku dan sejumlah perdyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa.
Missal : makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi.
2. Karangan non ilmiah : karangan yang tidak terikat pada karangan baku.
Missal : anekdot, opini, dongeng, hakikat, cerpen, novel, roman dan naskah drama.
3. Karangan semi ilmiah atau ilmiah popular : karakteristiknya berbeda di antara ilmiah dan non ilmiah.
Missal : artikel, editorial, opini, feuture, reportase.
SIKAP ILMIAH
1. Ingin tahu.
2. Kritis.
3. Terbuka.
4. Objektif.
5. Menghargai karya orang lain.
6. Berabi mempertahankan kebenaran.
7. Menjangkau kedepan.

Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/hakikat-karya-ilmiah-ciri-ciri-jenis-karya-ilmiah-sikap-ilmiah-dan-kesalahan-dalam-penulisan-ilmiah/
http://noorifada.files.wordpress.com/2009/08/mpi_02-karya=ilmiah.pdf

Read more...

ASURANSI dan PASAR MODAL

>> Jumat, 19 Maret 2010

ASURANSI
Asuransi dalam undang-undang No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan seorang penanggung mengikatkan iri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi. Dengan memberikan kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hokum pihak ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung, yang timbul karene peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran atas dasar meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan.
Asuransi itu sendiri dalam hal hukum dan ekonomi merupakan suatu bentuk dari manajemen risiko terutama digunakan untuk lindung nilai terhadap risiko kerugian kontingen. Secara sempit asuran merupakan sebuah system untuk merendahkan kehilangan financial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan ke lainnya.
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yaitu :
• Insurable interest
• Utmost good faith
• Proximate cause
• Indemnity
• Subrogation
• Contribution
Asuransi juga memiliki fungsi utama yaitu sebagai mekanisme untuk mengalihkan risiko (risk transfer mechanism) yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan risiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan financial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung.
MENGENAL PASAR MODAL
Apakah pasar modal itu???
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuntungan jangka panjang yang bisa di perjual belikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivative maupun instrument lainya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaaun maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian oasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Pasar modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk mengikatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan. Dan dana segar yang ada dipasar modal barasal dari masyarakat yang disebut juga sebagai investor. Para investor melakukan berbagai tehnik analisis dalam menentukan investasi di mana semakin tinggi kemunginan suatu perusahaan menghasilkan laba dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Jenis Pasar di Pasar Modal
• Pasar perdana (primary Market/Penawaran Umum/Intial Public Offering)
• Pasar Sekunder (secondary Market)
Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu Negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu :
• Pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain.
• Kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada inturusment keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain.
Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument.
Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM)
1. Tugasnya :
Melekukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kigiatan pasar modal.
2. Tujuan :
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efiesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.

Sumber :
http://id.wikipia.org/wiki/asuransi
http://portalbigis.wordprees.com/asuransi/pengertian-asuransi
http://www.idx.co.id/MainmMenu/Education/MengenaiPasarModal/tabid/137/lang/idID/language/ID-id/Defaul.aspx
www.vibinews.com/knowledge/.../Mengenal%20pasar%20modal.pdf

Read more...

About this Blog

Seguidores

    © Angelina Trisnawati. Friends Forever Template by Emporium Digital 2009

Back to TOP